Lentera Putih: Pengantar Penulis

Zaman terus bergerak melengkapi sejarah. Pemerintah pun pindah tangan dari Orde Baru ke Orde Reformasi yang dipelopori oleh mahasiswa. Peralihan dari zaman ke zaman tentu ada yang diharapkan, yaitu perbaikan di segala bidang, tak terkecuali bidang pendidikan. Bicara pendidikan berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan guru dan kualitas lulusan siswa. Semenjak Orde Reformasi bergulir guru PNS sudah menjadi anak emas Pemerintah. Sedangkan guru Swasta masih terpinggirkan. Padahal lebih 50% sekolah di Jakarta dan sekitarnya, adalah Sekolah Swasta kelas bawah. Siswanya adalah anak bangsa yang tidak diterima di Sekolah Negeri, karena terbentur masalah ekonomi dan nilai yang minim sekali. Guru PNS adalah aset bangsa, guru Swasta juga aset bangsa. Kenapa guru Swasta tersisihkan secara ekonomi dan hukum? Siswa sekolah Negeri adalah anak bangsa, siswa sekolah Swasta juga anak bangsa. Kenapa siswa sekolah negeri dinomor 1 kan? Selama puluhan tahun pertanyaan itu bergentayangan di kepala saya, tapi tak kunjung dapat jawaban. Haruskah kami pasrah menerima semua ini? Nurani saya berkata, TIDAK!!! Berbekal pengalaman saya selama menjadi Guru, timbul keinginan saya untuk meneerjemahkan keadaan ini dalam bentuk tulisan. Pertama saya ungkapkan dalam bentuk puisi, akhirnya berkembang dalam bentuk novel. Ide cerita bermula dari SMK Swasta elit (ekonomi sulit) di Jakarta yang siswanya berasal dari komplek DPR (Daerah Pinggiran Rel) dan sekitarnya. Mereka datang ke sekolah membawa “segudang masalah” dan “secercah harapan” – seiring serabut harapan yang dirajut oleh para gurunya, yang sebagian besar adalah guru Swasta honor. Guru yang tidak pernah ikhlas kehilangan harapan, walau selalu diterpa badai kehidupan. Tahun berganti tahun. Serabut harapan tak kunjung terurai, namun tetap masih ada walau cahayanya sangat kecil. Karena cahaya itu mengakar pada Hati Nurani. Maka saya beri judul novel ini, “Lentera Putih” – cahaya kecil yang mengakar pada hati nurani. Saya berharap novel sederhana ini, mendapat sambutan dari Pembaca, agar “cahaya kecil putih” ini bisa menjelma menjadi cahaya yang terang benderang. Cahaya yang dapat melabuhkan impian saya menjadi kenyataan. Saya akhiri pengantar ini dengan sebuah puisi sederhana; Rencana-ku dan rencana-Nya Aku berrencana untuk menjadi Guru PNS Hidup sederhana, masa pensiun bahagia Namun rencanaku tak seiring rencana-Nya Dia lempar aku ke tempat yang gelap Dia bekali aku cahaya kecil, cahaya putih Cahaya yang menerangi jalanku, melewati ragu, bimbang dan ketakutan Cahaya yang menerangi jiwaku, sehingga aku mampu merajut mimpi Cahaya yang akan membawa mimpiku menjadi kenyataan Aku yakin rencana-Nya, pastilah yang terbaik untuk ku Pada saatnya SEMUA akan MENJADI INDAH. Jakarta, Nopember 2014 Penulis, Atrianil

NOVEL, PENULIS, PENGANTAR

5/8/20241 min read

A classroom scene featuring a group of students sitting at desks. Some students are writing, while others are posing and looking towards the camera. The room is equipped with desks, papers, and a blackboard displaying various images and scripts. Windows are visible in the background, letting natural light in.
A classroom scene featuring a group of students sitting at desks. Some students are writing, while others are posing and looking towards the camera. The room is equipped with desks, papers, and a blackboard displaying various images and scripts. Windows are visible in the background, letting natural light in.

Novel inspiratif nyata